Catatan Lidya Cempaka
Lahat,wartabianglala.com – Mendengar kata desah sontak membuat opini tak terarah, kita tidak bisa menafikan desah identik dengan ranjang semata walau kata desa sering kali jadi bahan untuk bercanda.
Iya wanita dan desah sangat mengikat ibarat sepasang kekasih desah tidak akan sempurna jika tanpa wanita, walau sebenarnya bisa saja. Namun ada banyak wanita yang bangga jika jadi bahan lelucon seolah menjadi ratu ketika banyak yang merayu, yang takut jika disakiti. Sama saya juga wanita yang memiliki rasa takut dan kecewa tapi saya sadar untuk apa rasa itu karena ada yang lebih mulia dari pada rayuan manja yang begitu menggoda yaitu keberanian dan kemerdekaan.
Disisi lain banyak wanita yang memiliki pikiran yang lebih menggoda tapi wanita terhalang dengan kata manusia yang bermental patriarki, mereka merasa bahaya ketika wanita lebih unggul walau hanya satu langkah, ya untuk kesekian kalinya gender jadi masalah utama.
Memasuki bonus demografi gender sudah bukan jadi masalah utama, karena merdeka bukan tentang jenis kelamin tapi tentang pikiran, wanita harus memiliki peran untuk membawah perubahan karena mereka yang hari ini mempunyai pikiran cerdas baik laki-laki atau perempuan pasti dilahirkan oleh Wanita.
Saya pernah membaca “jika ingin merusak negara maka rusaklah wanitanya” kata itu seolah cambukan bagi saya apakah ini yang dinamakan dijajah, kaum patriarki sengaja merusak wanita Indonesia khususnya kabupaten Lahat supaya MERDEKA kita tidak pernah seutuhnya.
Tidak ada solusi jika kita hanya diam, hanya ada 2 pilihan mati terbunuh oleh kaum patriarki atau bergerak dengan akal yang sehat. Mari bergandeng tangan kita kuat walau kita wanita, kita bisa jika kita bersama, kita luka jika kita terpisah.
Salam hangat dari kami GEMA PUAN LAHAT (GPL) untuk semua wanita yang membaca.
#GEMA_PUAN_LAHAT #GPL
Lahat, 1 November 2020