Lahat, wartabianglala.com – Menindaklanjuti hasil penyisiran batas wilayah Lahat dan Muara Enim yang terletak di Kecamtan Kota Agung pada tanggal 16 -12 -2020 yang dilakukan oleh Pemda Lahat (Tapem), pihak kecamatan, dan juga Ormas Gemapala, kemudian telah menemukan titik koordinat yang tepat atau sesuai dengan peta dan saksi sejarah yang turut serta pada waktu itu.
Atas dasar tersebut, selanjutnya hari ini Jumat (25/12/2020) Gerakan Masyarakat Pagar Alam–Lahat (Gemapala) melaksanakan pemasangan patok batas wilayah Kabupaten Lahat dan Muara Enim yang mana berdasarkan peta Provinsi Sumatera-Selatan bahwa wilayah yang diclaim Muara Enim tersebut tidaklah benar.
Diungkapan Ketua Gemapala, Yeri mediansyah, S.H, aksi pemasangan patok batas hari ini merupakan kepedulian terhadap tanah yang diclaim oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan jelas tidak berdasar dan tanpa kekuatan serta bukti.
“Maka kami masyarakat Kabupaten Lahat akan mempertahankan hak nenek moyang dan leluhur kami. Sesuai dengan pesan puyang, Ndik Kamu Ndik Kamu, Ndik Kami Ndik Kami, Dide Kq Ngambik Ndik Jeme,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Umum GRPK-RI Kabupaten Lahat, Saryono Anwar, S.Sos yang tergabung dalam Aktivis Sumsel Bersatu (ASB) turut angkat bicara dan sangat geram atas bebasnya masyarakat merambah hutan lindung.
“Saat ini hutan lindung tersebut sudah gundul semua. Itu sudah merusak lingkungan yang pasti akan berdampak kepada ketahanan bukit yang bisa mengakibatkan terjadinya erosi, longsor, bahkan banjir akibat manusia dan oknum yang tidak bertanggung jawab,” ujar Saryono Anwar.
Masih kata Saryono Anwar yang sangat disayangkan lagi kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, seperti ada unsur pembiaran terhadap perambah dan pengrusakan hutan lindung.
“Adapun harapan kami sebagai masyarakat Kabupaten Lahat yang ingin dan butuh keadilan kepada bapak gubernur Sumatera Selatan bapak Herman Deru, serta Kemendagri segera merevisi Permendagri nomor 111 tahun 2019 dan membuat Permendagri yang baru yang sesuai dengan peta-peta dan saksi-saksi sejarah yang benar-benar mengerti dengan wilayah tersebut,” imbuhnya.
Bendahara Gemapala, Andra, tidak ketinggalan angkat bicara. Dirinya memohonkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk merevisi Permendagri nomor 111 tahun 2019 khususnya klausul perbatasan Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat dengan Kecamatan Semendo Darat Ulu Kabupaten Muara Enim yaitu mengembalikan wilayah Kecamatan Kota Agung yang dicaplok oleh Kecamatan Semendo Darat Ulu demi kelestarian hutan lindung.
“Hal ini untuk menjaga resapan mata air di wilayah Kecamtan Kota Agung ,Tanjung Tebat, Mulak Ulu, Mulak Sebingkai, dan Pagar Gunung yang mana kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Apabila musim hujan sering terjadi banjir bandang dan musim kemarau terjadi kekeringan. Semua akibat dari ulah pembabatan hutan lindung yang dilakukan secara masif oleh warga Kecamatan Semendo Darat Ulu. Pada kesempatan ini juga dimintakan kepada Departemen Kehutanan Provinsi Sumsel untuk mengambil tindakan terhadap petugas kehutanan yang terkesan membiarkan pembabatan hutan tersebut yakni KPH Muara Enim dan menindak pelaku bembabatan hutan tersebut,” ungkapnya.
Aan Kunchay