Oleh : Miranda (Puan GEMAPELA)
Bicara tentang Perempuan hampir semua kalangan manganut ideologi KECANTIKAN, kecantikan menjadi hal yang wajib dimiliki oleh perempuan. Dalam kata lain perempuan itu harus “Cantik”.
Standar kecantikan berubah dari waktu ke waktu dan sudah ada jauh sebelum zaman jahiliyah hingga sekarang, mengapa sejak dulu kulit putih, tubuh langsing, bibir merah, hidung mancung, dan rambut panjang selalu menjadi konstruksi kecantikan yang ideal bagi masyarakat dari seorang perempuan?
Banyak pertanyaan yang belum terjawab oleh saya selaku perempuan. Pertanyaan mendasarnya mengapa harus ada generalisasi di tengah keberagaman? Mengapa perempuan mau menghalalkan segala cara untuk mencapai generalisasi kecantikan tersebut? Saya meyakini begitu banyak perempuan yang menjadi korban keganasan norma kecantikan yang menjadi ideologi masyarakat.
Banyak sejarahwan maupun literatur tentang perempuan dan kecantikan, salah satunya karya L. Ayu Saraswati dengan judul Buku Putih : Warna Kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transaksional. Buku ini menuliskan opini perihal standar kencatikan di era kolonial (1900-1942), standar kecantikan di Indonesia mengikuti patokan Belanda. Otomatis, perempuan Kaukasia dianggap sebagai wujud kecantikan ideal saat itu.
Memasuki era reformasi dan digitalisasi (1998-sekarang), standar kecantikan jadi lebih variatif. Thanks to internet, perempuan Indonesia kini ‘melek’ dengan figur kecantikan dari bermacam-macam ras (Afrika, Hispanik, Latin, Asia, dsb) tak mentok pada sosok Kaukasia saja. Namun seiring perkembangan teknologi, para perempuan kemudian terbawa arus mengikuti standar kecantikan baru ini. Banyak perempuan yang sibuk membicarakan makeup, skin care, pemutih kulit, produk pelangsing tubuh yang terus meroket sampai klinik-klinik kecantikan yang menawarkan jasa ‘ketok magic’ juga makin bertambah jumlahnya.
Sementara isu sosial, budaya, ekonomi, serta politik yang berkembang di Indonesia semakin kusut, perempuan punya peran besar dalam membangun bangsa bahkan Nabi pernah bersabda ” Wanita itu tiang negara, baik wanita nya maka baik pula negara itu tapi bila rusak wanita nya maka rusak pula negara itu” sabda itu menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membangun negeri.
Hingga kini, media dengan iklan iklannya yang membentuk persepsi “warna kulit putih sebagai standar kecantikan” tetap paling menonjol, di bandingkan produk-produk yang memberikan kesehatan untuk otak.
Terlepas dari kontroversi yang ada menurut saya perempuan sebagai pemudi harus meberikan pencerahan untuk mengubah persepsi konservatif tentang standar kecantikan karena sejatinya cantik itu relatif tidak semua perempuan cantik memiliki otak yang cantik pula.
Oleh karena itu Saya berharap bagi para perempuan untuk menyadari konsep kepemilikan hak yang penuh atas tubuh dan pikirannya, semua tergantung pada pikiran kalian. Semoga perempuan kabupaten Lahat tidak mudah terjebak dalam ideologi kecantikan yang berlaku di masyarakat. Karena pada dasarnya, semua perempuan itu bebas mendefinisikan cantiknya sendiri, bebas menentukan nasibnya sendiri, Dan tidak punya keharusan untuk memenuhi tuntutan orang lain.
Redaksi, Rabu 20 Januari 2021