Catatan Hefra Lahaldi (Pegiat Literasi Kabupaten Lahat)
“Agar engkau merasa tenang dengan ku,” jawab Hawa. Ini adalah roman pertama sepanjang sejarah manusia awal diciptakan.
Dari kesemua kadar keilmuan Adam yang diajarkan oleh Allah SWT. Hawa menjadi penyeimbang pengetahuan itu dengan sebuah ketenangan. Berbahaya memang, sebuah pengetahuan tidak berdasar pada ketenangan.
“Kenapa dinamakan Hawa?”
“Karena ia diciptakan dari suatu yang hidup!” jawab Adam.
Pengetahuan
Pengetahuan butuh kawan diskusi. Perempuan sebaik kawan .
Walau mungkin akan ada kesalahan dan kekeliruan di sana. Ketika mereka terlempar dari keabadian. Namun, tak kita temukan ayat yang menyalahkan perempuan sepihak. Tersebab, fitrahnya perempuan memang anugerah dari Allah SWT dan bukan utusan iblis untuk sebuah konspirasi.
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu!
Dari sepanjang kisah Adam yang diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Katsir. Kita ingin memahami bahwa sebuah konsep pengetahuan harus bergandengan dengan rasa tenang.
Sumber energi ketenangan itu berasal dari perempuan. Kita sangat bergantung pada sumber energi itu. Tidak bisa tidak.
Maka itu, sahabat seperti Utsman bin Affan jujur mengatakan, “Saya adalah lelaki yang sangat menyukai perempuan.”.
Dari sisi biologis dan psikologis harus terpenuhi. Dan ia menjadi tenang.
Peran perempuan sedari awal diciptakan adalah sebuah sumber vitalitas. Menjadi energi untuk bertahan hidup. Tak sekadar sampai di situ, ia juga memberikan efek produktifitas bagi kehidupan.
Begitu juga dengan sebuah kebangkitan yang hendak kita masuki mesti dilejitkan dengan peran perempuan. Ia tidak boleh berbelok menjadi beban perjalanan. Harus seturut ikut berkontribusi dalam perjuangan.
Kita tidak terlalu bersepakat dengan Feminisme. Namun, mengisolasi perempuan dari peran-peran kebaikan, perbaikan dan kebangkitan tidaklah pernah disetujui.
Kebangkitan adalah sebuah peran kolektif. Menghadirkan perempuan dengan narasi baru dibelakangnya adalah misi yang harus terus digagas.
Para nabi dan narasi perempuan dibelakangnya menjadi hikmah dan pengajaran bagi kita. Terlepas ada yang terus mentaati dan menyertai semisal Siti Hajar, Siti Khadijah, dan Aisyah. Atau mengkhianati seperti istrinya Nuh.
Perempuan menjadi bagian dari seturut menghadang gelombang kerusakan dan menggantinya dengan gelombang perbaikan.
Perempuan sekiranya tidak berlebihan jika dipandang sebagai tonggak dan tiang sebuah peradaban. Disini kita menginsafi bahwa perempuan harus menjadi mitra pergerakan kebangkitan. Bukan justru menjadi luka atau malah meruntuhkan gerakan kebangkitan yang sedang digagas. Atau lebih parah lagi, ia menjadi musuh berseberangan yang siap menghempaskan di titik nadir sebuah peradaban.
Tidak ada yang tidak bisa dilakukan peran perempuan. Daya amuk rusaknya dan daya perbaikan sama besarnya.
Jika wanita sudah beraksi dunia hancur, ada benarnya juga. Tapi sejurus itu kita ingin mengubah narasi sebaliknya. “Jika wanita sudah beraksi dunia tenang” Beraksi…!!
Hari Perempuan tak hanya sekedar waktu atau tahun yang terus berulang-ulang. Dari kesemua waktu itu menjadi sebuah satuan kontribusi untuk perbaikan dan kebangkitan bangsa dan negara serta agama.
Selamat hari perempuan dunia selamat beraksi dan berkontribusi. Dulu, kini dan 2024 nanti..!!
Wallahu ‘alam.
Lahat, 11 Maret 2021