Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Apa kabar teman-teman soleh dan soleha, mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, yang tengah sibuk melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desaku tercinta, Desa Pandan Dulang, Kecamatan Panang Enim, Kabupaten Muara Enim? Semoga senantiasa diberikan kesehatan, sehingga kalian tetap istiqomah menebar manfaat di desa kecil nan sejuk dan nyaman. Aamiin.
Perkenalkan, nama saya Irdani. Orang-orang di desa biasa memanggilku Bang Dani. Saya seorang pemuda (lajang pastinya) yang lahir dan besar di Desa Pandan Dulang, yang kini kalian mukimi. Karena kehidupanku tidak seberuntung Ahmad Dhani, maka saya pun menjadikan Kota Empek-Empek–Palembang sebagai tempat mengais rezeki. Di samping itu, dengan merantau saya ingin menimba pengalaman, mencari sesuap nasi sembari ngumpul modal tuk melamar pujaan hati.
Sengaja saya membuat surat terbuka, karena tidak mungkin chatting-an, SMS-an, teleponan, atau pun WA-an. Karena, kan, saya belum punya kontak kalian. Jadi boro-boro bisa berkenalan. Selain itu, untuk berjumpa pun rasanya sukar diwujudkan. Karena pekerjaan saya sebagai kuli harian, pastinya izin cuti akan sulit sekali didapatkan.
Teman-teman KKN yang dirahmati Allah Subhanahu Wataala. Beberapa waktu lalu saya begitu senang saat membaca berita tentang kalian di media ini. Sang Pewarta membeberkan program-program kalian secara rinci. Program-program yang bagi saya pribadi begitu bermanfaat dan menyentuh relung hati. Bimbel Bahasa Arab, Bimbel Bahasa Inggris, Bersih-bersih Masjid, hingga program Yasinan dan mengaji. Emejing beut-lah kalau kata anak-anak masa kini.
Jadi dengan program kalian, anak-anak KKN tidak hanya semata bikin nama gang dan nama jalan, tidak sekadar jalan-jalan, atau pun menghabiskan waktu nongkrong di warung bakso kecamatan. Bahkan, kerap menjadi kebiasaan, KKN hanya sekadar formalitas tanpa keseriusan. Namun, berbeda dengan kalian. Berkegiatan dengan hati dan perasaan, dengan kesungguhan sebagai pengabdian.
Belum lagi, respon serta tanggapan positif dari unsur pemerintahan desa dan tokoh masyarakat mengenai pergerakan kalian. Sampai pula ke telinga saya, berbagai pujian warga terkait sikap santun dan akhlak terpuji yang kalian ketengahkan.
Membaca dan mendengar itu semua, timbullah kerinduan mendalam di hati saya. Rindu akan suasana desa yang warganya mendadak punya semangat berbeda saat berada di tengah-tengah para akademisi muda. Akademisi muda calon penerus bangsa bernama mahasiswa. Rindu juga berkumpul dengan teman-teman karang taruna, yang saat moment kegiatan bersama akan terlihat sikap salah tingkahnya. Ah, kalau diingat, akan bikin gelay-gelay-gimana-gitu-rasanya.
Kawan-kawan soleh dan soleha yang dirahmati Allah Subhanahu Wataala. Ada yang perlu kalian ketahui, bahwasanya kami (saya dan pemuda Desa Pandan Dulang lainnya), berharap banyak akan ada kesan tidak terlupakan pasca perpisahan. Agar, saat desa ini kalian tinggalkan, bukan hanya menyisakan lambaian tangan dan serpihan kenangan. Apalagi kalau ada yang memendam perasaan tapi belum terungkapkan, merananya bisa sampai akhir zaman. Kasihan.
Maksud ucapan “kesan tidak terlupakan”, bukan berarti yang kalian lakukan saat ini kami anggap sebuah kesia-siaan. Program kalian saat ini sudah sangat penuh kebermanfaatan. Bahkan menurut mantan kepala desa Sata Darma dan Ketua BPD Darwin Aman, sejauh ini nilai A+ sangat layak disematkan.
Maaf sebelumnya, kalau boleh sedikit bersaran, cobalah untuk memberi wawasan dan mendampingi warga dalam membangkitkan ekonomi kerakyatan. Meski program ini tidak sesuai dengan Prodi kalian, kami yakin, sebagai mahasiswa kalian punya banyak referensi dan relasi untuk memperbantukan. Berilah edukasi kepada emak-emak kami tentang pembentukan kelompok UMKM bidang perniagaan. Membuat usaha rumahan, baik kuliner khas maupun kerajinan tangan. Kemudian produk tersebut dibalut dengan kemasan elegan. Termasuk pula ajarkan bagaimana tekhnik pemasaran. Coba bayangkan, jika usaha mereka meluas dan maju, pastinya kalian akan kecipratan amal jariyah tidak terputuskan. Emak-emak yang kalian berdayakan pun akan menjadikan teman-teman sekalian sebagai calon mantu idaman. Asik. Abaikan rima yang terlalu dipaksakan.
Sektor lainnya, tentu saja terkait peranan pemuda kami ke depan. Saya suka kalian begitu getol mengajak agar Shalat berjamaah di masjid lebih digalakkan. Namun, ada baiknya juga, selain menempa karakter keagamaan, wawasan dalam keorganisasian juga turut diajarkan. Agar, selain membangun desa, para pemuda juga terpikir membangun rumah tangga. Enggak nyambung, ya? Tapi Kan, pengembangan organisasi bisa dimulai dari kelompok kecil bernama keluarga. Apalagi, stock bujangan di desa kami masih lumayan tinggi jumlahnya. Termasuk Ketua BPD yang sampai saat ini belum juga menemukan kecocokan, dalam petualangan mencari pendamping hidupnya.
Sebenarnya, jujur saja, bahasan di atas bukan sekadar keisengan tulisan. Jika berkenan, sudilah kiranya memasukkan kami ke dalam list pertimbangan sebagai calon pendamping hidup kalian. Kalau pun tidak ingin menerapkan sistem berpacaran, pelajarilah biodata kami lewat kepala desa, pemuka agama, atau bisa juga mengamati saat berkumpul dan berkegiatan. Sebab, kami pemuda desa tak punya murobi untuk dijadikan mediator penelusuran.
Sebenarnya, kami sadar, pemuda desa seperti kami tidaklah pantas berharap tinggi-tinggi. Perbedaan strata dan pendidikan tentu saja menjadi pertimbangan hakiki. Bisa dikatakan cuma mimpi, jikalau seorang dari golongan terpelajar mencintai seorang pemuda petani. Kalian yang kesehariannya disibukkan dengan membaca buku dan bersuara tegas di forum diskusi. Sementara kami, kesehariannya disibukkan dengan mengumpulkan getah beku dan bersuara lirih di lembah sunyi. Kalian bangun pagi-pagi, berangkat ke kampus membawa laptop dan pena. Sedangkan kami, bangun pagi-pagi, berangkat ke kebun membawa cuka dan penaba (alat sadap karet).
Namun, yakinlah, sebagai pemuda petani yang terlibat dalam garda terdepan urusan pangan bangsa ini, kami selalu siap memberanikan diri untuk mengkhitbah para ukhti-ukhti. Sejak kecil kami sudah diajarkan untuk bangga dan tidak malu menjadi petani. Karena petani tidak pernah terlibat korupsi atau skandal kejahatan birokrasi. Dengan bertani, badan dan pakaian kami boleh kotor, tetapi pikiran tidak pernah terkontaminasi kelakuan koruptor. Meski, terkadang jerih payah kami, hasil pertanian kami; baik karet, sayuran, padi, juga kopi–harganya masih murah sekali. Tapi kami pastikan, hal itu tidak akan pernah menyurutkan semangat kami bertani. Dengan keringat dan otot lengan hitam kami, pejabat dan petinggi negeri ini akan tetap menikmati makan nasi, akan tetap menikmati minum kopi, akan tetap ekspor karet ke luar negeri. Meski item hasil pertanian harganya rendah, kami akan tetap putar otak agar hasil panen tetap melimpah. Biarlah orang-orang di atas yang mengolah, memutar otak agar dengan hasil tani kami, slogan swasembada pangan bisa jadi modal kampanye sekali lagi. Lagi, lagi, dan lagi. Mengapa semua menangis? Biasalah!
Eh, berpasangan dengan petani itu enak, lho. Kebun aja diperhatikan, apalagi pasangan. Tanaman pengganggu aja dibersihin, apalagi kalau ada yang ganggu kamu, pasti diberesin. Mengangkut getah karet dari kebun jauh aja mampu, apalagi sekadar menjemput di rumah orang tuamu. Harga karet murah aja tetap bertahan, apalagi kalau yang kamu minta cuma kesetiaan. Yuhuuu…
Sepertinya membahas pelaminan akan tampak seperti banyolan. Tapi inilah adanya, kami di desa tidak mengenal prank dan setingan. Sebuah ikhtiar receh, walau resikonya di belakang kalian bakal ngoceh. Wajar bukan? Kita kan berkeyakinan, jika mendapatkan pasangan yang soleh atau soleha, akan menjadi penuntun dalam ibadah, mengarungi bahtera sehidup sesurga. Sakinnah mawaddah warahmah.
Oke. Kita cukupkan bahas impian asmara dan pelaminan, karena akan banyak yang mengatakan bak pungguk rindukan bulan. Sebenarnya, tulisan ini hanya sebagai hiburan untuk adik-adikku mahasiswa KKN di tengah penatnya pengabdian. Hehehehe……
Saya tahu betul, kalian mungkin begitu rindu dengan keluarga, rumah, dan kampus. Dari itu, semoga tulisan ini bisa menjadi sedikit hiburan di tengah padatnya kegiatan. Terima kasih karena sampai sejauh ini masih tetap bersemangat berkontribusi untuk desa kami. Tidak bisa kami membalas dengan rupiah, tetapi doa terpanjat agar yang kalian lakukan tercatat sebagai amal ibadah. Tapi masih nak diresapi dikit. Siapo tau senianan. Cak cerito FTV, tentang kisah budak KKN, yang akhirnyo nikah samo bujang doson. Aminkela!
Akhir kata, saya meminta maaf jika surat ini hadir, mungkin sudah membuat sedikit ketegangan pagi hari kalian. Atau bahkan sudah ada yang, muntah, kesemutan, atau bahkan mimisan. Akan tetapi, jika diresapi, Insyaallah akan ada kebaikan-kebaikan yang bisa dimanfaatkan. Semoga kelak kita dapat berjumpa dalam rasa kekeluargaan tiada berbeda. Seperti kata Kak Darwin, “Meski tidak bersama di pelaminan, mudah-mudahan tetap bersama dalam silaturahmi yang tidak berkesudahan.”.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Palembang, 18 Maret 2021
Salam dari Rantau
Bang Dani