Catatan: Indra Intisa
Pantun (Jawi: ڤنتون) merupakan salah satu jenis puisi lama jika disimak dari penggolongan puisi berdasarkan zamannya. Berbeda dengan gurindam dan syair, pantun merupakan budaya asli Indonesia, yang tidak terpengaruh oleh budaya luar. Sebagaimana orang Jepang memiliki Haiku sebagai ciri khas. Dalam pantun kadang dimuat bentuk pepatah atau bidal yang merupakan salah satu jenis puisi tertua di Indonesia. Dalam bahasa Minangkabau disebut patuntun yang berarti “penuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b. Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima, bunyi-bunyian sebagai efek tertentu atau sebagai hiburan. Kemudian, dua baris terakhir pada pantun merupakan isi, yaitu tujuan dari pantun tersebut. Bentuk sampiran ini pulalah yang menjadikan pantun unik dan berbeda dibandingkan jenis puisi lainnya.
Beberapa penelitian mengatakan, sampiran juga berpengaruh dan berhubungan dengan isi. Sampiran bisa saja dibuat bukan sekadar bertujuan untuk pengantar rima atau bunyi-bunyian saja. Kadangkala sampiran dibuat sebagai pengantar langsung terhadap isi, serupa bentuk-bentuk syair. Selain itu, ada juga sampiran yang sudah berdiri sendiri sebagai isi selain isi pada dua larik penutup. Pantun-pantun seperti ini kadang bisa ditemui pada pantun nasihat, pantun adat yang berisi pepatah—memuat bidal—yang berisi kiasan-kiasan tertentu.
Pantun merupakan salah satu bentuk puisi dalam kesusastraan Melayu yang paling luas dikenal. Pada masa lalu pantun digunakan untuk melengkapi pembicaraan sehari-hari. Pantun juga dipakai oleh para pemuka adat dan tokoh masyarakat dalam pidato, oleh para pedagang yang menjajakan dagangannya, oleh orang yang ditimpa kemalangan, dan oleh orang yang ingin menyatakan kebahagiaan.
Pantun digunakan secara luas oleh orang Melayu dari segala kalangan dan dalam berbagi kesempatan. Selain digunakan untuk berbagai macam upacara, orang Melayu juga menggunakan pantun untuk kesempatan lain seperti ketika orang saling bertembang, bersambung bahkan secara fisikal.
Tidak hanya pada masyarakat Melayu, dalam kebudayaan Minangkabau pun, pantun digunakan dalam berbagai acara adat seperti dalam acara manjapuik marapulai (menjemput mempelai pria), batagak gala (upacara penobatan gelar), batagak penghulu (upacara penobatan penghulu), atau dalam pidato upacara adat lainnya.
Selain itu, pantun juga sering dipakai diberbagai upacara adat, pidato resmi pemerintah, pementasan budaya, dan kegiatan-kegiatan keseharian lainnya. Tetapi, pembacaan pantun hanyalah sebagai prasyarat (pelengkap) acara, bukan untuk sebuah proses pewarisan nilai-nilai.
Selain sebagai tradisi, pantun juga bisa berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan alur dalam berpikir. Secara tidak langsung akan melatih seseorang untuk berpikir tentang makna kata, mengolah kata, dalam berujar. Bisa juga melatih orang berpikir asosiatif, memiliki kaitan dengan kata yang lain sebagaimana permainan sampiran-isi, rima-rimaan, yang saling bertaut. Hingga sekarang, pantun masih sering dipakai dalam pergaulan sosial, termasuk muda-mudi—tidak hanya merujuk kepada tradisi atau budaya masyarakat dalam seni pertunjukan, perkawinan, dsb sebagaimana Dalam seni musik, pantun pun sering dijadikan lirik-lirik lagu, khususnya lagu-lagu Melayu Riau, Jambi, dst.
A. Jenis Pantun Disimak dari Bentuk/Jumlah Bait
Jika disimak dari bentuk atau jumlah baitnya, pantun bisa dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Pantun 4 Larik (Pantun Biasa)
Pantun 4 larik biasanya hanya disebut sebagai pantun saja, tanpa adanya embel-embel jumlah baris/larik atau merujuk kepada pantun biasa. Secara umum, orang lebih mengenal pantun dengan ciri-ciri seperti pantun ini, yaitu pantun yang terdiri dari 4 baris. Dua larik pertama sebagai sampiran dan dua larik terakhir sebagai isi. Ciri-cirinya:
• Terdiri atas 4 baris tiap bait;
• Baris pertama dan kedua sebagai sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi;
• Tiap baris rata-rata terdiri dari 4 kata dan (8-16) suku kata;
• Persajakan akhir (rima) a-b-a-b, tetapi ada juga pantun yang ditulis dengan rima a-a-a-a-a.
Contoh pantun:
Tanjung katung airnya biru
Tempat budak mencuci muka
Lagi sekampung hatiku rindu
Tambah pula jauh di mata
2. Pantun Dua Larik (Karmina)
Adalah pantun yang terdiri dari dua larik. Pantun ini disebut juga sebagai karmina atau pantun kilat. Baris pertama sebagai sampiran, dan baris kedua sebagai isi. Ciri-ciri karmina:
• Terdiri atas 2 baris tiap bait;
• Baris pertama sebagai sampiran, sedangkan baris kedua adalah isi;
• Tiap baris rata-rata terdiri dari 4 kata dan (8-16) suku kata;
• Persajakan akhir (rima) a-a;
• Ada rima di tengah baris untuk menguatkan bunyi (penggalan frasa awal).
Contoh karmina:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Kalau kita simak contoh di atas, sebenarnya karmina tersebut terdiri dari 4 larik sebagaimana pantun umumnya.
Dahulu parang (a)
sekarang besi (b)
Dahulu sayang (a)
sekarang benci (b)
Ketika dipenggal menjadi 4 larik, kita akan bisa melihat ada persajakan akhir baru pada setiap lariknya a-b-a-b. Kalau dijadikan 2 larik, kita boleh saja menyebutnya sebaai rima tengah.
3. Talibun
Talibun sering disebut sebagai pantun panjang karena jumlah lariknya lebih dari 4 larik dalam setiap bait. Secara umum, jumlah lariknya mulai dari 6 hingga 20 larik. Tetapi ada juga yang mengatakan kalau talibun adalah pantun yang memiliki susunan genap antara enam hingga sepuluh baris. Aturan penulisannya, sama dengan penulisan pantun umumnya. Hanya saja, persajakan akhir (rima) dibuat: abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya.
Contoh:
Membeli peti tempatnya baju (a)
Peti dibeli hari selasa (b)
Supaya harga menjadi murah (c)
Jikalau hati telah tertuju (a)
Marilah kita merajut asa (b)
Supaya diri tidak terpisah (c)
Dari contoh ini kita bisa melihat sebuah talibun yang terdiri dari 6 larik dalam satu bait. 3 baris pertama sebagai sampiran dan 3 larik berikutnya adalah isi.
4. Pantun Berkait
Pantun berkait merupakan salah satu dari jenis pantun yang disusun dengan berdasarkan aturan-aturan pantun dan saling berkaitan diantara bait pertama dan bait seterusnya hingga pada bait penutup. Biasanya pantun ini terhubung dalam sebuah konsep cerita atau alur cerita. Tidak hanya antar bait, tetapi keterhubungan pantunnya dimulai dari larik-larik sampiran sampai kepada larik-larik isi pada setiap bait yang terhubung. Pantun ini bisanya terdiri dari 4 larik sebagaimana pantun umumnya. Ciri-Ciri Pantun Berkait:
• Baris kedua dan keempat pada bait pertama diturunkan atau diulang pada baris pertama dan ketiga dari bait kedua, perulangan ini terus berlanjut pada bait-bait berikutnya.
• Bentuknya terikat (berangkai)
• Rima akhir terikat atau berseling.
• Diantaranya satu rangkap dengan rangkap lainnya itu terdapat sambungan maksud atau juga isi cerita.
• Minimal terdiri dari 2 bait.
• Terdapat di dalamnya unsur nasihat, sindiran, teguran, keagamaan, kritikan, ilmu, percintaan dan juga lain sebagainya.
Contoh pantun berkait:
Belok jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tidak akan rusuh
Ibu mati bapak yang berjalan
Kayu jati bertimbal jalan
Kencang angin patahlah dahan
Ibu mati bapak yang berjalan
Kemana untung akan diserahkan
Perhatikan pertautan larik dari pantun di atas. Larik kedua dari bait pertama otomatis menjadi larik pertama pada bait kedua. Begitu juga dengan larik keempat dari bait pertama otomatis menjadi larik ketiga pada bait kedua. Aturan ini akan terus berlanjut jika seumpama jumlah pantunnya lebih dari 2 bait.
B. Pantun Disimak dari Rimanya
Tidak dapat dipungkiri jika pantun merupakan salah satu puisi lama yang sangat mementingkan permainan rima di setiap lariknya. Rima-rima ini disusun sedemikian rupa supaya bisa menimbulkan efek bunyi sekaligus bentuk yang menarik. Secara umum, permainan rima ini hanya mewajibkan pada setiap akhir larik, biasanya disebut persajakan akhir seprti a-b-a-b. Artinya, ada pengulangan bunyi yang berselang pada akhir setiap larik. Jika disimak dari permainan rimanya, setidaknya pantun terbagi menjadi 3:
1. Pantun Rima Akhir Larik
Yaitu bentuk persajakan yang umum ditulis dalam sebuah pantun. Cirinya adalah, setiap akhir larik harus memiliki pola rima a-b-a-b atau a-a-a-a. Seperti pada contoh berikut:
Tanjung katung airnya biru (a)
Tempat budak mencuci muka (b)
Lagi sekampung hatiku rindu (a)
Tambah pula jauh di mata (b)
Kita bisa melihat kata-kata akhir larik yang memiliki rima yang sama, seperti /biru/ dan /rindu/. Kemudian /muka/ dan /mata/.
2. Pantun Rima Tengah dan Akhir Larik
Yaitu ketika pantun memiliki tambahan rima di setiap kata di tengah larik. Jika dalam setiap larik, pantun memiliki jumlah 4 kata, maka pada kata kedua harus memakai rima yang sama untuk larik berikutnya. Lebih lengkap seperti ini:
• Tetap memakai persajakan akhir a-b-a-b atau a-a-a-a
• Ada tambahan rima di setiap kata pada pertengahan larik dengan pola rima sama
Contoh:
Bunga mawar bunga melati
Indah warnanya harum baunya
Jika ditawar teman sejati
Tidak akan goyah pendiriannya
Jika diberi penanda rimanya menjadi:
Bunga mawar (a) bunga melati (a)
Warnanya indah (b) harum baunya (b)
Jika ditawar (a) teman sejati (a)
Tidak akan goyah (b) pendiriannya (b)
Perhatikan penanda rima setelah kata /mawar/ dan /ditawar/ polanya a-a. Begitu juga dengan kata /indah/ dan /goyah/ dengan pola b-b. Aturan perimaan ini sama dengan perimaan pantun pada akhir larik. Tetapi, boleh saja perimaannya a-a-a-a sekalipun rima akhir larik adalah a-b-a-b.
Menulis pantun dengan motode ini tentu akan menambah kesulitan bagi si pembuat. Tetapi, jika berhasil, maka pantun yang dibuat akan menjadi indah dan merdu ketika didengar.
3. Pantun Rima Perkata
Pantun rima perkata adalah merupakan bentuk pantun yang paling sulit dibuat. Pemantun (pembuat pantun) akan dituntut untuk memiliki banyak referensi kata supaya bisa membuat pantun yang berhasil. Tidak hanya terkait aturan rima ketatnya, tetapi juga terkait kelenturan dari pantun yang dibuat—tidak terasa patah atau dipaksakan. Cirinya:
• Aturan persajakan (rima akhir larik) tetap sama dengan pantun umumnya, yaitu a-b-a-b atau a-a-a-a.
• Selain rima kata pada akhir larik, semua kata lainnya juga harus memiliki rima yang sama dengan larik disepadankan. Sama halnya dengan aturan poin pertama.
• Jumlah kata antar larik yang dirimakan harus sama, supaya jumlah rima tidak berlebih atau kurang.
Contoh pantun:
Harimau mati dilit ular
Ikan payau tidak terjamah
Jikalau diri sulit belajar
Bagaikan pisau tidak terasah
Jika diberi penanda rimanya menjadi:
Harimau (a) mati (a) dilit (a) ular (a)
Ikan (b) payau (b) tidak (b) terjamah (b)
Jikalau (a) diri (a) sulit (a) belajar (a)
Bagaikan (b) pisau (b) tidak (b) terasah (b)
Jika kita simak pola perimaannya, maka didapat seperti berikut:
/harimau/ dan /jikalau/, /mati/ dan /diri/, /dililit/ dan /sulit/, lalu /ular/ dan /belajar/. Sedangkan larik berikutnya adalah /ikan/ dan /bagaikan/, /payau/ dan /pisau/, /tidak/ dan /tidak/, lalu /terjamah/ dan /terasah/.
C. Jenis Pantun Disimak dari Tema Isinya
Jika disimak dari tema isinya, setidaknya pantun memiliki beberapa jenis, yaitu: pantun nasihat, pantun adat, pantun agama, pantun jenaka, pantun teka-teki, pantun muda-mudi (berkasih-kasihan), dan pantun anak.
1. Pantun Nasihat
Pantun nasihat bertujuan untuk menyampaikan pesan moral dan pendidikan ke tengah-tengah masyarakat. Biasanya berisi imbauan dan anjuran terhadap seseorang ataupun masyarakat. Contoh:
Bunga mawar bunga melati
Indah warnanya harum baunya
Jika ditawar teman sejati
Tidak akan goyah pendiriannya
Patah lancang kita sadaikan
Supaya sampan tidak melintang
Petuah orang kita sampaikan
Supaya badan tidak berhutang
2. Pantun Adat
Pantun adat adalah pantun yang berisi tentang hal-hal berbau adat dan budaya. Contoh:
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Padat tembaga jangan dituang
Kalau dituang melepuh jari
Adat lembaga jangan dibuang
Kalau dibuang binasa negeri
Lebat kayu pantang ditebang
Sudah berbuah lalu berdaun
Adat Melayu pantang dibuang
Sudah pusaka turun-temurun
3. Pantun Agama
Pantun agama adalah pantun yang berisi nasihat kehidupan berdasarkan pemahaman agama. Sebenarnya, pantun agama juga termasuk ke dalam pantun nasihat. Hanya saja, pesan yang disampaikan harus bersandar melalui agama. Contoh:
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
4. Pantun Jenaka
Pantun jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur. Terkadang pantun jenaka digunakan untuk menyampaikan sindiran akan kondisi masyarakat yang dikemas dalam bentuk jenaka. Dengan pantun jenaka, diharapkan suasana akan menjadi semakin riang dan gembira. Contoh:
Ikan gabus di rawa-rawa
Ikan belut nyangkut di jaring
Sakit perut menahan tawa
Gigi palsu loncat ke piring
Buah kemang isinya busuk
Dimakan beruk kulitnya hancur
Alangkah senang beristri gemuk
Jika tidur tak perlu kasur
5. Pantun Teka-Teki
Pantun teka-teki adalah pantun yang memberikan teka-teki bagi si pendengar untuk diselesaikan. Petunjuk biasanya berisi petunjuk-petunjuk tertentu. Seringkali diakhiri dengan pertanyaan pada larik terakhir. Contoh:
Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?
Badak hutan hewannya langka
Kalau ketemu jangan diusik
Jika Tuan mampu menerka
Binatang apa tidur terbalik?
6. Pantun Muda-Mudi
Pantun muda-mudi erat kaitannya dengan cinta dan kasih sayang. Umumnya, pantun digunakan untuk perkenalan dan berkasih-kasihan di kalangan muda-mudi. Kadang pantun dipakai untuk menyampaikan perasaan mereka kepada orang yang disukainya. Contoh:
Tanjung katung airnya biru
Tempat budak mencuci muka
Lagi sekampung hatiku rindu
Tambah pula jauh di mata
7. Pantun Anak
Pantun anak biasanya pantun yang bertujuan untuk mengakrabkan diri dengan si kecil. Kadang bisa juga berisi didikan moral dan pelajaran. Isinya lebih ringan dan menyenangkan. Contoh:
Sayur kubis daunnya rontok
Jikalau rontok harus dibuang
Adik manis cepatlah bobok
Kalau ga bobok digigit beruang
D. Jenis Pantun Disimak dari Umurnya
Jika merujuk umur, pantun dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orang tua. Pantun anak-anak biasanya terdiri dari pantun suka-cita dan duka-cita. Pantun orang muda atau pantun muda-mudi berisi pantun dagang, pantun nasib, pantun muda, pantun jenaka, pantun bekernalan, pantun berkasih-kasihan, dsb., yang memuat pergaulan muda-mudi. Sedangkan pantun orang tua biasanya berupa pantun nasihat, pantun adat dan pantun agama.
Biodata Penulis
Indra Intisa yang sering dikenal dengan Ompi sudah menulis sejak kecil. Selain menulis, juga suka bermain musik dan menulis lagu-lagu. Menulis buku-buku puisi, cerpen, novel, dan esai-esai. Beberapa karyanya pernah terbit di Koran: Media Indonesia, Utusan Borneo (Malaysia), Riau Pos, Tanjung Pinangpos, Lampung Post, Haluan, Pontianak Pos, Koran Padang, Floressastra, Warta Bianglala, dan beberapa media online seperti Kawaca.com, Islampos.com, Sastra-Indonesia.com, dst.