Penjaga Rel Kereta
Setiap waktu dhuha tiba
ia sudah rapi, memakai rompi, topi
dan berdiri di tepi pintu penyebrangan rel kereta api:
bagian selatan.
Sebagai seorang penjaga ia sengaja
membawa tongkat kecil dan peluit kecil
sebagai rambu-rambu bagi setiap pengendara.
Di waktu-waktu tertentu
ia melambai-lambaikan tangan
ke segala arah, menjadi tanda jika
barisan bahagia akan segera datang kepadanya
juga untuk memberitahu Tuhan, bahwa
ia masih kuat menyangga nasibnya.
Setelah mesin pengangkut itu pergi
di belakangnya tampak bayangan air memancar
sepanjang rel yang membenteng lurus
hingga tembus ke dalam pikirannya
meskipun ia sadar itu fatamorgana
tak bisa disangka-sangka:
Siapa yang akan memberi
sebuah koin atau selembar kain
untuk mengusap haus dan keringat
yang nyangkut di tenggorokannya.
Di depanku mobil puith menyebrang
berkaca hitam mengkilat dan tertutup rapat
memantulkan wajah ramah penjaga rel kereta itu.
Giliranku lewat
aku mengangguk
dibalas senyuman.
Agak jauh, pada spion motorku
kulihat ke belakang. Ia sedang membersihkan
debu-debu yang masuk ke dalam dadanya.
(Tulungagung 2020)
Mak Penjual Nasi
Setelah dhuhur
warung sepi
hanya mak penjual nasi
aku dan lapar yang tak mau pergi.
“Mak saya pesan makan, biasa saja tanpa ikan”
Kulihat ia menekuk wajahnya
sambil menaruh lauk dan sisa-sisa
tenaganya ke dalam piring makanku.
Tak sampai lima menit
nasi putih, sayur, mie, tahu,
dan sedikit potongan murung
penuh di atas piring bening
motif bunga telah tiba
siap menghiburku.
Kuambil sendok dan segelas belas kasih
Barangkali nanti mak penjual nasi
Butuh beberapa penawar dan solusi.
Mak mendekat ke mejaku
“Kemarin malam dua perempuan
Memesan 30 bungkus nasi dengan lauk ayam
Tanpa uang di muka dan hingga sekarang
Mereka belum datang”
Kupandangi lagi sepasang matanya
tajam serta menyimpan dendam
tapi ia tahan
aku hanya diam
di depan pengampunan.
(Blitar, 2021)
Nelayan
Tuhan paham
kantung matamu selalu surut
akibat air di matamu sesalu pasang.
Tuhan mengerti
sepanjang hari ombak berdebur
kencang dalam dadamu yang berdebar-debar.
Dan Tuhan lebih tahu
kapan mimpimu berhenti berlayar
kemudia kau pulang dengan sekeranjang ikan
sebagai penyambung kehidupan.
(Tulungagung, 2020)
Kuli Angkut
Hujan turun di luar perkiraan
para kuli angkut menunggu di teras parkiran
menunggu punggungnya kering dari keringat
dan karung-karung yang belu diangkat
menjadi padat dan berat
seperti sepasang mata mereka
yang menanggung beban keluarga.
(Tulungagung, 2020)
Pengantar Pesanan
Dini hari kedai kopi masih ramai
seorang lelaki berwajah malam baru datang
membawa bungkusan putih mirip mimpi suci
yang sejak kecil ia jaga mati-matian di atas ranjang.
Namun kini ia kebingungan
mencari-cari siapa sebenarnya pemesan
yang kelaparan di tengah-tengah kehidupan.
Sebagai pengantar pesanan
ia tabah menunggu pemesan datang
ia juga percaya tentang perintah Tuhan.
(Tulungagung, 2020)
Perayaan
Seorang ibu berjanji kepada dua anaknya
jika suatu waktu lulus ujian kehidupan
ia akan merayakan dengan pergi ke pasar malam.
Hari ini, waktu itu tiba
mereka benar-benar keluar rumah
menuju ke arah bulan purnama.
Di tanah lapang
aneka makanan, minuman
hingga permainan-permainan
digelar Tuhan.
Melihat pemandangan itu
kedua bibir anaknya meringis.
Satu anaknya ingin dibelikan gula-gula
berwarna terang, bukan seperti temaram
nasibnya yang menakutkan, dengan rasa
yang sedikit manis dari kemiskinan.
Anak satunya ingin naik mobil-mobilan
pikirnya ia akan berkeliling ke masa depan,
ke singgahsana Tuhan dan melakukan peraduan.
Mendengar keinginan anak-anaknya
Ibunya erat memeluk dan berbisik agar diam
“Mari kita ziarah dan minta izin ayah dulu”
(Tulungagung, 2020)
Tetaplah Seperti Manusia
—untuk mahasiswa
Mahasiswa yang budiman
tumpukkan kata-kata dari buku
yang kau baca akan menjelma
potongan dan serpihan kayu kering
siap terbakar di tanganmu
menghabiskan seisi kota.
Maka tetaplah seperti manusia
yang berakal sehat dan siap membara.
(Tulungagung, 2020)
Si Kat
Kat terkenal sebagai lelaki
jujur, taat, patuh, dan berani
baik ramai maupun sendiri.
Ia memiliki hobi sembunyi
di balik nama-nama hari.
Kat pandai memasak perhatian
orang-orang bahkan seluruh alam.
Namun, hari ini ia berbeda
kulihat si Kat duduk sendirian
di ruang kesombongan.
“Hai, Kat, panggil aku
Jika kau butuh sesuatu”
Ia semakin khusyuk latihan
diam, diam-diam ia ingin jadi Tuhan
yang tak butuh teman.
(Tulungagung, 2020)
Biodata Penulis
Mohammad Thoriq Miftahuddin, lahir di Jombang. Sedang nyantri dan bergiat di komunitas sastra pesantren (KSP).
Email: mohammadthoriqmiftahuddin@gmail.com.