Palembang, wartabianglala.com – Mengangkat topik urgensi perlindungan profesi Wartawan, Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel kembali menggelar Ngopi Cow (ngobrol pintar caro Wartawan).
Acara yang diinisiasi oleh Bidang Hukum dan pembelaan wartawan PWI Sumsel akan menghadirkan Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof. Dr. Eko Indra Heri S MM. “Insya Allah Bapak Kapolda akan hadir dan tadi pertemuan Gathering dengan wartawan bahwa sudah mengetahui rencana kegiatan tersebut,” ujar Ketua PWI Sumsel yang biasa dipanggil Firko, Jumat (2/7).
Menurutnya acara akan dilaksanakan semi virtual, sebagian peserta offline. Acara bakal dilaksanakan pada Kamis, 8 Juli 2021 pukul 09.00 WIB di Mabes Wartawan kantor PWI Sumsel Jalan Supeno No 11 Kambang Iwak Palembang.
Acara yang dikemas dalam dialog sharing menghadirkan Pimpinan organisasi wartawan dan perusahaan pers, Pemimpin Redaksi (cetak, elektronik, dan siber) dan Praktisi hukum serta akademisi.
Deskripsi Latar Belakang
Menurut Firdaus, kegiatan ini dilaksanakan untuk memperkuat kembali terkait dengan perlindungan profesi wartawan.
Semua Wartawan di Seantero Tanah Air kaget mendengar kabar tewasnya Wartawan karena dibunuh. Adalah Pemimpin Redaksi LasserNewsToday, Mara Salem Harahap, di Simalungun, Sumatera Utara meninggal diduga karena ditembak, Sabtu 19 Juni 2021. Kabar duka yang menjadi kecaman dan kutukan dari berbagai organisasi profesi di Tanah Air. Termasuk dari kepolisian dan pemerintah juga menyesalkan kejadian ini.
Bagi pers Indonesia ini adalah sebuah kabar duka kembali mewarnai kehidupan pers Indonesia. Peristiwa kriminal berupa pembunuhan atau kekerasan dengan pemberatan bisa terjadi dengan siapa pun, termasuk wartawan.
Mengapa profesi Wartawan menjadi menarik. Profesi Wartawan termasuk salah satu pekerjaan yang pada idealnya harus memiliki kemampuan dan standardisasi profesi.
Menurut Firko, standardisasi ini berkaitan dengan karya jurnalistik yang dihasilkan, karena Wartawan adalah orang yang secara berkala, melaksanakan tugas jurnalistik melakukan tahapan 6 m (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah dan mempublikasikan ) karya jurnalistik. Jika proses menghasilkan karya jurnalistik, tidak dilakukan demikian artinya bukan termasuk konsep Wartawan yang dikehendaki dari UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Sudah seharusnya Wartawanlah ujung tombak yang melaksanakan fungsi pers seperti yang tertera dalam UU No 40 tahun 1999 tentang pers, yaitu fungsi pendidikan, informasi, kontrol sosial, hiburan dan fungsi ekonomi.
Wartawan yang memiliki idealisme, dapat dilihat dari pendapat Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.Sepuluh Elemen Jurnalisme disusun berdasarkan buku “9 Elemen Jurnalisme” dan “Blur” karya Bill Kovach & Tom Rosenstiel yang sangat dihormati di dunia jurnalisme. Diantaranya yaitu tuga sutama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud bukan perdebatan filsafat atau agama, tapi kebenaran fungsional yang sehari-hari diperlukan masyarakat.
Kemudian loyalitas utama wartawan pada masyarakat, bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca, atau pengiklan. Wartawan harus berpihak pada kepentingan umum.
Sedangkan Esensi jurnalisme adalah verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi, bukan khayalan, tetapi berdasarkan fakta dan pernyataan narasumber di lapangan.
Kemudian wartawan harus independen, artinya tak masalah untuk menulis apapun (baik/buruk) tentang seseorang sepanjang sesuai dengan temuan/fakta yang dimilikinya. Independensi harus dijunjung tinggi di atas identitas lain seorang wartawan.
Kembali ke peristiwa pembunuhan wartawan, dalam melaksanakan tugas jurnalistik wartawan tetap memiliki dua pilihan hati nurani yang telah memiliki kode etik jurnalistik. Pilihannya apakah mau menjadi wartawan yang benar atau sebaliknya hanya memanfaatkan atau mengkamuflasekan profesi Wartawan untuk tujuan lain. Pilihan ini semua memiliki risiko bahkan sampai dibunuh.
“Mudah mudahan dengan sharing ini, akan memperkuat saling sinergi untuk melindungan tugas profesi wartawan,” jelasnya.
(Red)