Catatan Hefra Lahaldi, S.Pd.I
“Tersebab seduh dan sedih itu melibatkan rasa, maka di Janji Mantan ada idiom Bertemanlah sebelum pertemanan itu dilarang”
(Penikmat Kopi)
Kopi dan oposisi begitu lekat. Secangkir kopi di Janji Mantan diseduh dan sajikan prosesnya dihasilkan dari kejelian dan uletnya memilih biji kopi dan diolah oleh tangan barista berpengalaman. Jadilah ia nikmat peneman malam-malam dalam obrolan panjang para oposan..
Mestinya begitu, apa yang disajikan oposan terhadap pusat kekuasaan disikapi bukan sekedar nyinyiran atau umpatan sakit hati akut. Karena, sering terjadi penilaian bahwa mantan lawan adalah oposisi yang sakit hati. Pun, pada yang netral namun mengkritisi mesti disikapi adil sebagai oposan. Jeli melihat kelemahan bukan mencari kesalahan. Walau terkadang kritik sebagai penggenap kekurangan sering kali dianggap mencari-cari masalah atau kesalahan.
Secangkir kopi di Janji mantan. Aroma kopi yang dirasa mempesona sebelum dicercap dilidah awalnya diracik dengan jeli. Oleh itu, tabiat kekuasaan harus terbiasa menikmati aroma yang dihembuskan oleh para oposan kemudian mencercapnya di lidah yang dulu pernah berjanji dan masuk keperut sehingga peka merasa pada rakyat yang perutnya belum terisi.. Oposan mungkin maunya begitu, sambil ngopi sambil pikir perut rakyat..
Secangkir kopi dijanji mantan. Mesti hadir satu idiom “bertemanlah sebelum pertemanan itu dilarang, karena dimeja kopi janji mantan semua adalah teman” teman diskusi, teman bertukar pikiran. Sudahilah di meja kopi janji mantan sesoal ghibah dan kudeta. Mending curhat walau ujungnya mendapat cacian seperti teman baik saya sedulu kala..
Secangkir kopi di Janji Mantan. Warkop tetaplah warkop. Idiom abadinya hingga kini dari zaman orba adalah “Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang” warkop tempat dan cara masyarakat bergumul mengolah rasa. Tentang tawa, pedih, luka dan lapar dikesehariannya. Semakin banyak tempat mengolah rasa, semakin peka pusat kuasa. Mestinya seperti itu.
Secangkir kopi di Janji Mantan. Saya teringat Mardigu Sontoloyo.. Coba bayangkan jika pusat kuasa membuat warung kopi di bawah BUMN atau BUMD. Memfasilitasi para oposisi dan jelata berdiskusi ditambah keuntungan usaha untuk makan para jelata tadi. Oposisi cukup dapat kopi gratisan..
Secangkir kopi di Janji Mantan. Ujar Rokcy Gerung, Cafe Society (Warkop) adalah salah satu tempat berkumpulnya elite politik dan artis seni di Eropa pada abad ke 18 untuk berdebat dan berdiskusi.
Didalam tradisi demokarasi ujarnya lagi, budaya ngopi tidak bisa dilepaskan. Dalam budaya ngopi ada suasana yang dicairkan dan bergaining oposisi dinaikkan. Karena mereka (oposisi) tidak bisa berdebat didalam parlemen, maka Cafe Society di Perancis menjadi tempat membagi strategi politik.
Parlemen kita bagusnya juga begitu, berdiskusi di Cafe. Takutnya saya, pemahaman cafe nya berbeda dari yang dimaksudkan.. Mending kita kembali ke Warung Kopi (Cafe Society)..
Secangkir kopi di Janji Mantan. Tak sekedar politisi, pecinta seni pun sangat erat dengan kopi. Secangkir kopi bisa berubah menjadi bait-bait panjang puisi atau dongeng istana raja. “Secangkir kopi dimalam panjang, demi merenungi sebuah perumpamaan rusuk yang berbengkok-bengkok dan gelas-gelas kaca yang berdebu” ditutup dengan tanya “ada yang mau menemani?.” Begitulah, entah sekedar memanggang waktu malam yang panjang sembari menunggu jelang pagi harapan..
Kopi sudah beralih wujud sebagai gaya hidup zaman kekinian. Kita mestinya mencermati peluang yang jelas sudah diambil oleh pabrik-pabrik kapitalis. Ironi yang begitu menganga ketika produk terbaik dari tanah leluhur kita dari Sabang sampai Merauke dipasarkan di negeri-negeri kulit putih. Yang notabene tak menanam kopi. Secangkir kopi di Starbucks. Ironi sangat memang.. Tak menyalahkan para politisi dan oposisi. Mestinya memang harus ada secangkir kopi di Janji Mantan.
Menghasilkan cita rasa kopi serupa merangkai cita-cita kedepan. Kita dituntut tidak sembarang memetik, memanen sampai mengolah siap saji. Mestinya gerak cita dipikir begitu masak, semasak menjaga kualitas biji kopi yang akan diolah. Begitu dicercap nantinya begitu nikmat dilidah. Apa cita di Janji Mantan, pusat kuasa kah..?!
Secangkir kopi di Janji Mantan. Aaaaaah sudahilah dimeja kopi tentang Ghibah dan Kudeta.. !!
Secangkir kopi di Janji Mantan. Seperti malam-malam sebelumnya ditemani secangkir kopi dan buku “Jalan tengah Demokrasi” karya Tohir Bawazir. Baru sampai pada kata pengantar yang berbunyi “Di dunia modern, kamu boleh mencaci maki tuhan, mencela nabi, tapi sangat dilarang mencemooh demokrasi” saya menterjemahkannya “jangan pernah mencemooh kekuasaan”
Secangkir kopi habis, buku tak jadi dibaca..
Secangkir kopi Di Janji Mantan..
Malam Ahad 4 September 2021