wartabianglala.com – Hinggar bingar adanya pungutan biaya Pilkades oleh Panitia Pilkades di Kabupaten Lahat menjadi viral di media sosial. Hanya saja, sampai hari ini belum ditanggapi dengan cepat oleh Pemda Kabupaten Lahat, terkait apakah diperbolehkan atau tidak, karena sampai saat ini pungutan tersebut masih berlangsung.
Dari pantauan media ini pungutan yang dilakukan besarannya beragam dari tiap desanya, dari 5 juta hingga 15 juta tiap Cakadesnya
Seperti yang disampaikan salah satu Calon Kades dari salah satu desa di Merapi Area, dirinya belum membayar full.
“Pungutan dibalut dengan nama sumbangan dikemas dengan modus hibah. Panitia mengatakan kami butuh operasional dan dana belum turun dari Panitia Kecamatan, sementara kami sudah bergerak berkerja,” katanya.
Bambang salah satu calon kades dari salah satu desa dari Kikim, mengatakan cakades di desanya dipungut biaya Rp. 10 juta, tapi dirinya belum setor karena dirinya walau sudah terdaftar tapi belum ditetapkan sebagai calon.
“Saya bingung juga, belum masuk tahapan penetapan calon kades sudah diminta sumbangan. Kalaupun iya, tetapkan dulu kami sebagai calon kades, baru ada kepastian untuk nyumbang. Kalau sekarang kami baru daftar, kalau baru daftar kami ini belum calon tapi bakal calon kades. Kalau nanti syarat cukup baru ditetapkan sebagai calon kades, kalau mau sumbang, sumbang nantilah. Calon aja belum, baru bakal calon kami ini,” ujar Bambang.
“Kami juga minta kepastian hukum, pungutan, sumbangan, hibah atau apa namanya ini pertanggung jawabannya nanti gimana,” lanjut Bambang.
Terpisah, Aristoteles tokoh salah satu penggiat sosial politik Kabupaten Lahat, mengatakan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi telah melarang perbuatan berupa, Sumbangan, Hibah, hadiah dst, jika nanti antara pemberi dan penerima ada konflik kepentingan.
“Sebagaimana diatur dalam Perda Kabupaten Lahat nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan Perda nomor 4 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala desa, Bab B V Pasal 48, Bahwa biaya pilkades dibebankan pada APBD. Untuk menjadi perhatian kepada panitia yang memungut biaya kepada Balon Kades, dengan dalih apapun apakah itu sumbangan, hibah, dan lain sebagainya, itu tidak boleh,” ujar Aristoteles.
Sampai saat ini pun Dana Pilkades tersebut juga belum dicairkan ke Panitia Pilkades, seperti disuarakan oleh beberapa Panitia Pilkades, yang di kutip dari komentar yang diambil dari status Acount Facebook Aristoteles.
Bebarapa Camat yang sempat dihubungi oleh media ini hanya mengatakan itu dilarang tetapi tidak mengeluarkan surat pelarangan dan seakan membiarkan, karena sampai saat ini pungutan ini masih berlangsung.
Terpisah beberapa waktu lalu, A Hadi Wijaya, SE Camat Merapi Selatan, mengatakan bahwa pungutan yang dilakukan oleh Para Panitia Pilkades adalah ilegal.
“Tidak ada dasar hukumnya, Pemda telah mendanai pilkades serentak, Kami panitia kecamatan tidak bertanggung jawab atas pungutan biaya tersebut, karena biaya untuk pilkades serentak sudah di biayai oleh pemda Lahat,” ujar mantan Lurah Talang Jawa Selatan ini.
Mahendra Wijaya, aktivis LBH Lahat mengatakan sebaiknya Pemda Lahat memberi ketegasan atas pungutan pungutan tersebut, apakah dilarang atau tidak.
“Sampai saat ini pungutan biaya pilkades masih berlangsung, kalau diperbolehkan, rumusnya apa, apa sekian rupiah kali jumlah pemilih. Kalau dilarang tegaskan dalam surat imbauan pada panitia-panitia pilkades itu, jangan hanya mengatakan tidak boleh secara lisan atau dengan pesan whatsapp saja. Saat ini kita sedang membangun demokrasi yang bercahaya, ‘BER’ dari bercahaya itukan bersih, artinya Demokrasi yang bersih, jangan dinodai dong Bercahayanya,” ujar Mahendra seraya menambahkan, “ada baiknya dana pilkades agar segera dikucurkan ke panitia tingkat desa, karena mereka sudah bekerja.”.
Masih kata Mahendra, kalau pungutan ini berindikasi Pungli, Polisi pun harus aktif.
“Minimal memberi imbauan agar panitia tidak terjerat pidana,” pungkasnya
(TAHRIM)