wartabianglala.com – Mengawali usaha dengan keberanian dan tekad kuat diawali oleh sosok berusia 61 tahun bernama Miseno, warga BTN Mandala Tanjung Enim Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
Bagaimana tidak, menyandang status sebagai pegawai swasta ternama selama 21 tahun rela dilepasnya. Ia pernah pernah tercatat menjadi pegawai kontraktor utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Semula usaha meubelnya dirintis dengan tetap bekerja. Tapi tidak berjalan sesuai harapan. Dan hasilnya tidak optimal. Pulang kerja langsung mengurusi meubel dengan kekuatan fisik yang tersisa usai berkerja membuat badan cepat lelah dan hilang konsentrasi. Dalam satu hari saja bisa hanya tidur tidak lebih 2 jam. Pertimbangan ini yang harus segera diambil pilihan.
Dengan keyakinan diri, bisa mendapatkan kehidupan lebih baik lagi sebagai wirausahawan. Tahun 2007, akhirnya keberanian resign, untuk resain atau keluar dari perusahaan PAMA berani dijalaninya.
Bertutur kisah kepada Tim Bukit Asam Expose, ia menjadi pegawai perusahaan multinasional tersebut sejak tahun 1989 lalu. Dengan alasan tidak nyaman terikat waktu hingga akhirnya resain dari perusahaan tersebut.
Berbekal pengetahuan turun temurun dari orang tua sebagai pengrajin mebel di Malang, Jawa Timur yang merupakan tanah kelahirannya, sedikit banyak bisa dijadikan modal dasar usahanya. Meskipun, bekal ilmu masih sifatnya manual, bukan mengandalkan teknologi mesin. Serta 0 (Nol) alias tidak ada ilmu sama sekali dalam manajemen bisnis.
Dengan mengucapkan Basmallah, setelah berdiskusi dengan isteri, Marsiyam, tepat tahun 2007 berdiri usaha mebel dengan nama Inggi Furniture.
Nama usaha Inggi Furniture sendiri diambil dari nama anak bungsunya.Ia dan isterinya memiliki tiga orang anak, yaitu Imam Prasetiawan, Ikbal Tanjung, dan terakhir Inggi Triawan.
Inggi Furniture memiliki lokasi usaha di BTN Mandala Tanjung Enim. Dengan dibantu 1 orang pekerja, mulai berani memajangkan hasil karya sendiri. Tidak lebih dari 5 unit dipajang didepan toko dengan mengukir sendiri. Berada di tempat strategis, dipinggir jalan memudahkan konsumen melihat produknya.
Pembeli yang langsung melihat hasil kreasi Inggi Furniture dan sekaligus melihat proses pengolahan.Ternyata banyak yang tertarik. Akhirnya barang yang dipajang laku terjual.
Hingga akhirnya, ia dan istrinya memutar otak untuk menambah modal, memperbanyak barang dagangan untuk membeli kayu jati serta membayar tukang. Door to Door pun dilakukan. Seluruh perbankan baik di Tanjung Enim maupun di Kota Muara Enim didatangi dengan harapan bisa mendapatkan modal tambahan. Akan tetapi,tidak semudah yang diharapkan. Pinjaman dari bank tidak ada satupun berhasil didapatkan.
Terus kesana kemari mencari pinjaman modal, dan tidak lama dari upaya yang dilakukan akhirnya berhasil mendapatkan pinjaman dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 40 juta tahun 2007.
Pinjaman ini menjadi angin segar bagi usahanya ditengah semakin banyaknya pembeli yang berdatangan membeli produk Inggi Furniture.Modal Rp 40 juta benar-benar dimanfaatkan untuk semakin memperbanyak macam dan jenis produk Inggi Furniture mulai dari meja, kursi, dan produk meubel lainnya yang semua berbahan jati asli Jepara.
Sesekali, Inggi Furniture juga menjual meubel khas Sumatra Selatan.
Harga yang ditawarkan pun kompetitif sesuai dengan kualitas berkisar dari Rp 3,5 juta sampai dengan Rp 35 juta. Sedangkan produk meubel dijual langsung di toko dan juga ada yang dijual melalui pameran.
Ia mengakui memang produk Inggi Furniture memang termasuk mahal, akan tetapi sebanding dengan kualitas. “Kualitas menjadi komitmen saya dalam bisnis meubel ini. Dan itu saya praktekkan hingga sekarang, dan kebetulan prinsip ini juga ditekankan PTBA ke saya sebagai mitranya, ” ucapnya.
Sambil sesekali memandangi meubel yang menghiasi etalase bisnisnya. Pria yang sudah memiliki seorang cucu ini mengaku tidak lupa bersyukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diterimanya selama ini. Dan ia menyadari keberhasilan selama ini tidak lepas dari suntikan dana CSR PTBA dan bantuan kerja keras dari pegawainya serta dukungan penuh isteri dan anak-anaknya.
Dulu yang hanya mampu menyewa toko Rp 2 juta per tahun, dua tahun setelah tahun berdiri telah mampu membeli lahan di Desa Tegal Rejo Kecamatan Lawang Kidul tahun 2009 seharga Rp 300 juta setelah dapat dana CSR PTBA dan telah dijadikan toko. Dulu yang hanya memiliki 1 orang pegawai, kini Alhamdulillah pegawai sudah ada 25 orang.
Sebelum masa pademi covid, dalam setahun bisa datang hingga 35 truk yang mengangkut meubel jati dari Jepara, Jawa Tengah.Dan dua tahun ini, 27 truk membawa meubel jati datang ke tokonya.
Selama setahun, omset dari penjualan meubel berhasil diperoleh Inggi Furniture sebelum terjadinya masa pandemi covid bisa sampai Rp 3,4 miliar per tahun.
Sekali lagi ia mengakui produk ukiran asli dan finishing dari Inggi Furniture memang harganya mahal. Akan tetapi, pelanggan selama ini terpuaskan dengan kualitas terbaik dari Inggi Furniture.
Alhamdulillah selama ini bisnis Inggi Furniture bisa berjalan dengan baik. Dengan bekal komitmen untuk menjaga kualitas barang, jujur dan tekun menjadi terus dikenang pelanggan.
Sementara itu, Asep, 42 tahun karyawan senior Inggi Furniture merasakan betahnya mengabdikan diri bersama Miseno.
Asep menuturkan bahwa memang selama ini Inggi Furniture terus mengejar kualitas produk. Ia betul-betul mengalami arahan dari Pimpinannnya itu. Bahwa kualitas harus dikejar agar pelanggan puas dan menjadi pelanggan setia yang akhirnya bisa menguntungkan Inggi Furniture.
“Pak Miseno orangnya baik dan bertanggung jawab.Sudah 10 tahun saya gabung di Inggi Furniture, kerja saya ngukir. Alhamdulillah saya sudah bisa beli mobil dan sekolahin anak ke pendidikan yg tinggi,” ucapnya.
(Red)