Lahat, wartabianglala.com – Kelangkaan Minyak sayur yang berbahan dasar sawit di Kabupaten Lahat sudah sejak sebulan terakhir ini meresahkan masyarakat terutama kaum ibu, yang kesulitan mencari pasokan minyak sawit ini baik dalam kemasan maupun minyak curah.
Namun kini kelangkaan tersebut berganti dengan bermunculan produk baru dan dicabutnya subsidi minyak Rp. 14.000 perliter, sehingga para penjual membanderol harga seenaknya.
Menurut Mai (47) warga Desa Pagarsari mereka sudah sebulan ini kesulitan mencari minyak sayur berbahan sawit dalam kemasan yang biasa di warung-warung dan pasar mereka beli seharga Rp 18.000 hingga Rp 25.000 per liter kemasan bahkan di toko retail bisa mencapai Rp 27.000 per liter untuk merk tertentu. “Ini lah sulit nian cari nye. Ade pengumuman tapi sampai tempatnye abis. Atau malah kami harus mengantri. Itupun sudah memakan waktu, tenaga dan biaya tambahan baik ongkos ojek, dan jajan saat ngantri,” ucapnya.
Terpisah di Desa Lubuk Selo, Kecamatan Gumay Ulu melalui Kepala Desa setempat Ahmad Yaumal (45) beberapa waktu lalu ketika dijumpai penulis menuturkan bahwa kelangkaan minyak sawit ini memang meresahkan dan membuatnya berpikir untuk melakukan yang bisa membantu masyarakatnya.
“Sebetulnya tidak hanya kelangkaan minyak saja yang meresahkan warga, tapi juga melambungnya harga LPG 3 kg, hal ini yang membuat saya berpikir mengajak ibu PKK berinovasi yang bermanfaat untuk masyarakat kami,” jelas Yaumal.
Akhirnya dirinya mengajak ibu-ibu PKK dan remaja putri untuk mengumpulkan komoditi kelapa yang ada di desa, dan kayu bakar. Setelah terkumpul peralatan yang mereka butuhkan, beberapa ibu yang memarut kelapa dengan cara manual, sebagian lagi memeras kelapa dengan saringan, setelah banyak baru diaduk di atas kuali. Terpisah antara minyak dan endapan santan kelapa, sekitar 2 jam proses pembuatan kelapa. Dan setelah dingin dimasukkan dalam botol-botol.
“Kita cuma memanfaatkan komoditi yang ada di desa dan pekarangan rumah warga. Memberdayakan ibu-ibu dan remaja putri bersama untuk memanfaatkan waktu luang,” jelasnya.
Setidaknya di setiap pekarangan warga memiliki satu atau dua pohon kelapa. Bahan baku kayu bakar juga banyak di kebun-kebun, dengan memanfaatkan 5 buah kelapa yang tua, diparut dan dimasak di kuali selama sekitar 2 jam mereka mendapatkan sekitar hampir 1 liter minyak kelapa.
Kandungan sehat minyak kelapa juga dirasakan masyarakat, hal sederhana inilah yang dipikirkan kepala desa setempat. “Kita tidak bisa mengeluh saja, saya hanya menggenang saat nenek saya dulu yang biasa membuat minyak kelapa sendiri. Saatnya masyakarat mencobanya,” tanggap Yaumal.
Tentang kemungkinan untuk menjadi produk unggulan desa, atau dijadikan mata pencaharian ibu rumah tangga. Yaumal menambahkan untuk sementara waktu produk ini untuk mencukupi masyarakat setempat. Jika langkah ke depan bisa memberi tambahan bagi masyarakatnya dirinya sangat bersyukur.
(soufie retorika)