Catatan: Oktaria Saputra, S.E (Wabendum PB HMI)
Jakarta-Selasa 29 Maret 2021 – Papan karangan bunga yang bertuliskan “Selamat Atas Penghargaan Kabupaten Termiskin Ke-2 Di SUMSEL Oktaria Saputra
Wabendum PB HMI” saya order ketempat yang melayani jasa pembuatan itu. Sekitar Pukul 02:30 WIB karangan bunga itu di hantarkan ke Lokasi dan ditempatkan di depan Pintu Masuk PEMDA Kabupaten Lahat berseberangan dengan Rumah Dinas Bupati Kabupaten Lahat. Namun tidak bertahan lama pukul 09:37 saya mendapatkan konfirmasi lewat Via WhatsApp dari kader saya yang di Lahat menyampaikan bahwa papan karangan bunga itu hilang dan tidak ada di Lokasi lagi. Menjadi sebuah pertanyaan besar dari diri pribadi saya papan bunga itu ke mana? Siapa yang membawa? Dan apa alasan hilangnya papan bunga dari lokasi tersebut ? Apa yang salah dari kata-kata papan karangan bunga itu?
Apa pemerintah, khususnya dalam hal ini Bupati Kabupaten Lahat anti kritik dan tidak mau menerima saran dan masukan dari Masyarakat? Harusnya ketika mendapatkan sebuah kritikan pemerintah harus mampu menyikapi sesuatu itu dengan hal yang positif dan menjadikan suatu Evalusi sistem pemerintahan yang ada di Kabupaten Lahat untuk bisa menjadi lebih baik kedepannya.
Tidak mudah memang untuk menjadi seorang pejabat publik. Salah satunya karena harus siap menerima sejumlah kritikan yang datang dari berbagai pihak. Seorang pemimpin harus bisa mendengarkan keluh kesah warganya di mana pun berada, tanpa terkecuali. Jika seorang pejabat publik tidak mau menerima keluhan dan kritikan, lebih baik pejabat tersebut di rumah saja.
Dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, “ Negara Indonesia adalah negara hukum ”. Artinya, kehidupan berbangsa dan bernegara berada dalam aturan-aturan hukum. Siapapun warga negara, baik memiliki kedudukan atau tidak, wajib tunduk dan patuh pada hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan kenegaraan didasarkan pada aturan-aturan hukum, baik secara tertulis maupun tidak. Sebagai aplikasi teori demokrasi tentang pemilihan umum yang dipilih oleh suatu negara, keterkaitan antara hukum dengan demokrasi juga dapat dilihat dari segi rule of law atau nomokrasi (pemerintahan berdasarkan hukum) sebagai salah satu pilar demokrasi.
Hak dan kebebasan warga negara, seperti hak menentukan nasib sendiri (self determination), hak memilih dan dipilih, hak menyatakan pendapat, hak berserikat, kebebasan beragama, hak memelihara identitas budaya, kebebasan ekonomi, dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada umumnya. Hak dan kebebasan seperti ini niscaya akan melahirkan tidak saja kemajemukan masyarakat, tetapi juga berbagai bentuk perbedaan antar individu warga negara.
Walaupun terdapat perbedaan antar warga negara dan antar kelompok dalam masyarakat, tetapi mereka semua memiliki kedudukan yang setara sebagai warga negara (‘kita berbeda tetapi kita setara sebagai warga negara’) dalam hukum dan pemerintahan. Asas kerakyatan atau kedaulatan rakyat yang berarti ‘pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
Hakikat demokrasi adalah pemerintah dari rakyat, pemerintah oleh rakyat, dan pemerintah untuk rakyat. Pengawasan dilakukan oleh rakyat bisa dilakukan secara langsung oleh rakyat. Negara dengan sistem demokrasi atau sesuai hakikat demokrasi adalah berdaulat kepada rakyat untuk menjalankan pemerintahannya. Pilar utama dari sistem hakikat demokrasi adalah trias politica.
Hakikat demokrasi adalah pemerintah untuk rakyat (government for the people) artinya
1. Pemerintahan yang sah dan diakui di mata rakyat guna menjalankan birokrasinya.
2. Pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat.
3. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah wajib menjamin adanya kebebasan bagi rakyat seluas-luasnya.
(Oktaria Saputra)