Catatan: Hefra Lahaldi
Ketika kita merasakan sebuah kelelahan atau kejumudan dalam sebuah aksi pendistribusian setiap kebaikan-kebaikan kita, maka hal yang paling utama dilakukan adalah berkumpul sekali lagi..
Berkumpul adalah salah satu syarat berlakunya sebuah persatuan. Dan akan ada banyak faktor yang dapat mempersatukan setiap individu-individu kita. Disisi lain juga akan muncul banyak faktor yang akan saling mengobrak-abrik persatuan kita. Misal minimnya informasi, kepentingan pribadi, ambisi sesat atau bahkan konspirasi.
Ada catatan menarik dari salah satu tokoh yang menyatakan bahwa konsep dari sebuah persatuan adalah sebuah refleksi dari setiap “suasana jiwa” masing-masing pribadi yang berkumpul tersebut.
Lebih jauh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wa Sallam sudah memberi isyarat “Al arwahu junuddun mujannadah” ruh itu ibarat tentara, awalnya ia mengendus di udara. Lantas akan berkumpul. Jika mereka saling mengenal maka mereka akan akrab dan jika mereka tak saling mengenal mereka akan berselisih.
Dari sini kita belajar bahwa persatuan dan perseteruan memiliki kapasitas yang sama besar terhadap perkumpulan atau persatuan. Sekali lagi, suasana jiwa itulah yang akan memungkinkan terciptanya persatuan. Suasana jiwa ini harus ada pada baik skala individu yang nantinya akan terefleksi pada skala organisasi atau jamaah.
Belajar berkumpul artinya kita dituntut untuk senantiasa terus belajar. Belajar membesarkan setiap jiwa-jiwa kita. Dengan itu kita bisa merangkul dan menerima setiap watak dan karakter masing-masing individu. Belajar untuk selalu memberi, memperhatikan, merawat, mengembangkan setiap potensi individu sampai pada puncaknya kita mencintai sesama.. Belajar berkumpul intinya adalah bagaimana kita belajar menyamakan frekuensi susana jiwa masing-masing kita.. jiwa kita jiwa muda, bersemangat dan jiwa yang senantiasa berlomba pada kebaikan..
Sebagaimana tingkatan ukhuwah (persaudaraan) yang menjadi rajut persatuan adalah pertama ; berlapang dada terhadap saudara hingga sampai pada tingkatan yang kedua; mendahulukan kepentingan saudaranya (orang lain) semua itu adalah refleksi dari suasana jiwa kita.
Dengan kedua syarat diatas maka kita semua akan terbebas dari sikap narsisme individu,. Merasa paling segala tahu, merasa paling hebat dan merasa paling dibutuhkan. Ukuran kebenaran dan keberhasilan tidak berdasarkan ambisi pribadi, keinginan sesaat.. Ya, misi dan visi cita-cita bersama harus dikedepankan. Itulah sejatinya ruh yang berkumpul dalam kesesuain nuansa jiwa.. Ya, jiwa kita jiwa merdeka ..
Kita terbebas dari sifat kemanfaatan apa yang bisa pribadi kita dapat kan dari orang lain, tetapi mengukur sejauh mana kemanfaatan diri kita terhadap kepentingan orang lain. Inilah itsar yang senantiasa diajarkan. Pertaruhan itsar ini puncaknya adalah pertaruhan jiwa,. Biasanya motto yang ada “setetes darah saudaraku, seember darah ku”. Bisa lebih ekstrem dari jiwa korsa. Itulah yang terjadi pada pada kasus Ikrimah pada perang Yamamah..
Kehebatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah bagaimana beliau mampu mempersaudarakan masing-masing jiwa berkesesuaian pada awal hijrah. Serta berhasil melahirkan dan mengumpulkan pribadi-pribadi hebat dan luar biasa tanpa salah satu dari mereka merasa mengalahkan atau melebihi saudaranya. Alih-alih bersikap seperti itu, mereka lebih mengoptimalkan setiap potensi mereka untuk memberikan kontribusi terbaik bagi umat dan agama.
Mengadopsi keistimewaan orang lain adalah salah satu cara meningkatkan potensi diri kita. Setiap orang punya kebiasaan kebaikan-kebaikannya, itu yang mesti kita renungkan dan adopsi serta upgrade untuk peningkatan potensi diri kita..
Umar bin Khattab suatu ketika berkata kepada Abu Bakar., “Sungguh engkau akan menyulitkan orang yang akan menggantikan mu kelak”. Jawab Abu Bakar,. “oleh karena itu orang yang akan menggantikanku kelak adalah dirimu.”
Potensi Umar bin Khattab adalah puncak dari semua potensi yang dimiliki para sahabat, keilmuaan, akhlak, jihad, kepemimpinan dan sebagainya. Tetapi, beliau selalu menangis mengatakan bahwa ia selalu ingin menjadi sehelai rambut didada Abu Bakar Radhiyallahu anhu..
Bahkan mimpinya adalah diakhirat kelak alangkah pantasnya diri ini menjadi debu berterbangan dan tak diperhitungkan dan dihisab lagi.. refleksi diri dari keterlepasan mimpi buruk merasa paling hebat..
Selamat berkumpul, selamat bergerak, dengan ucapan akhir nanti selamat mencapai kemenangan.. !!
Lahat, 21 Agustus 2022