Aset Tak Berwujud saat ini merupakan konsep yang berkembang sangat luas dan kompleks, yang mencerminkan perubahan dalam ekonomi riil serta dalam praktik manajemen dan teori ekonomi.Seperti yang juga terjadi dengan jenis konsep multidimensi serupa lainnya yaitu sistem inovasi, kita dapat mengidentifikasi definisi Aset Tak Berwujud yang sempit ke yang lebih luas.Selain itu, ada perbedaan arti untuk Aset Tak Berwujud dan berbagai bentuk pengetahuan dengan implikasi penting bagi manajemen, kinerja ekonomi, dan inovasi.
Aset tidak berwujud memiliki peran penting dalam mencapai tujuan dalam menentukan nilai pasar dan kinerja ekonomi. Salah satu wujud dari peran penting tersebut dapat dilihat dari penggunaan pengetahuan yang menghasilkan inovasi serta sebagai landasan untuk meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan. Akibatnya, semakin tinggi nilai aset tidak berwujud, maka semakin tinggi pula nilai pasar dan semakin baik kinerja ekonomi.
Aset tidak berwujud dapat menjadi pendorong utama kinerja masa depan dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Oleh karena itu, organisasi memerlukan mekanisme yang memungkinkan untuk menilai penggeraan nilai aset tak berwujud.Langkah pertama dalam mengelola aset tidak berwujud adalah mengidentifikasi dan memprioritaskannya: aset apa yang dimiliki perusahaan dan aset mana yang paling penting? Ini khususnya berlaku untuk perusahaan kecil dan mikro.
Ada beberapa tantangan ke depan mengenai aset tak berwujud. Pertama adalah tantangan pengukuran dan identifikasi hasil terpadu yang sebanding. Yaitu, meskipun peran intangible sekarang diakui, pengukuran nilai dan kontribusinya masih dalam tahap awal. Meskipun kebutuhan untuk pengukuran benda tak berwujud secara teratur dan sistematis, perlakuannya seringkali tidak konsisten dan tidak terkoordinasi, mengakibatkan keterbatasan yang parah dalam pengukuran dan perbandingan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, salah satu tantangan besar di masa depan adalah penerapan metodologi standar di tingkat internasional (misalnya Perserikatan Bangsa- Bangsa).
Hal ini sangat penting juga mengingat paradigma pertumbuhan baru di UE, yang diperkirakan akan mengandalkan teknologi baru Industri 4.0, serta memperkenalkan model pertumbuhan hijau yang baru. Keduanya sangat bergantung pada sumber daya pengetahuan, sehingga investasi dalam hal tidak berwujud dan transformasi menuju model bisnis yang lebih maju secara teknologi dan berkelanjutan akan menjadi kombinasi yang paling efisien.
Di masa depan, secara strategis, ekonomi berbasis pengetahuan akan berkembang dan daya saing akan semakin bergantung pada faktor pertumbuhan lunak. Oleh karena itu, sangat penting bahwa baik pembuat kebijakan maupun pimpinan mengakui pentingnya hal- hal yang tidak berwujud dan mengambil langkah- langkah yang berani untuk meningkatkan sumber pertumbuhan produktivitas ini.
Perlakuan akuntansi untuk aset tak berwujud seringkali masih menimbulkan kesulitan dalam teori akuntansi. Kesulitan ini meliputi pemberian definisi aset tak berwujud, dan yang paling utama adalah adanya ketidakpastian mengenai pengukuran nilai dan masa manfaat dari aset tersebut. Pendekatan akuntansi untuk aset tak berwujud dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan dalam teori akuntansi, yaitu sintaksis, semantik dan behavioral. Pada tingkat sintaksis terdapat 2 pandangan. Pertama, sumber-sumber yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tak berwujud sedapat mungkin harus disesuaikan dengan pendapatan yang berhubungan dengan pengeluaran dan lebih baik melakukan alokasi yang didasarkan atas asumsi mengenai adanya suatu hubungan tertentu antara pengeluaran untuk aset tak berwujud dan keuntungan di masa depan. Kedua, non-monetary assets perlu disesuaikan dengan pendapatan hanya apabila ada hubungan langsung di antara keduanya. Namun karena pengeluaran untuk aset tak berwujud jarang berhubungan dengan pendapatannya, maka aset tak berwujud harus langsung dijadikan biaya dimana hal ini juga merupakan proses alokasi, yaitu alokasi pada tahun pertama.
Biodata Penulis
NAMA : Nuranisa Siregar
NIM : 202010170311274
Program Studi Akuntansi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang