wartabianglala.com, Lahat – Aktivis lingkungan Kabupaten Lahat yang juga merupakan Ketua LSM Lestari Hendri Supriadi sangat menyayangkan adanya wacana menjadikan lubang-lubang bekas tambang batu bara di Kabupaten Lahat akan diberdayakan sebagai tempat wisata. Wacana tersebut diketahuinya setelah beberapa waktu lalu mendapat undangan dari pihak perusahaan yang juga mengundang unsur pemerintah serta stake holder. Meski tidak sempat hadir, ia menjadi satu-satunya peserta yang menolak wacana tersebut sekaligus telah mengirim surat ke DLH Kabupaten Lahat serta Kementerian ESDM.
Bagi Hendri, wacana menjadikan area bekas galian tambang sebagai tempat rekreasi tersebut merupakan sebuah pemikiran yang menggelikan dan sekaligus mengerikan.
“Bagaimana bisa timbul pemikiran lubang-lubang bekas tambang yang sangat berbahaya jadi area wisata? Sudah jelas lubang-lubang tersebut mengancam keselamatan hingga berujung menyebabkan bencana alam seperti banjir atau longsor. Dari segi kesehatan juga sangat bertentangan. Logam berat yang terkandung di air dari bekas galian tambang batu bara juga di ambang batas yang ditentukan oleh Permenkes tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Memang ikan tetap hidup jika dilepas di sana, sawah tetap hidup jika dialiri airnya. Akan tetapi, ikan dan padi yang bersentuhan langsung dengan air tersebut akan mengandung zat-zat yang akan membahayakan tubuh dengan menimbulkan penyakit berbahaya seperti kangker. Jikapun tidak melampaui ambang batas kualitas air, masih tetap tidak layak untuk dikonsumsi karena tetap akan mengganggu kesehatan. Hal ini telah dicetuskan oleh ahli biokimia dan toksikologi,” ujarnya pada media ini, saat ditemui di Sekretariat LSM Lesatari, Kelurahan Pagar Agung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat. Selasa (11/07/2023).
Bagi Hendri, wacana tersebut diduga kuat merupakan modus dari perusahaan yang tidak mau atau tidak mampu lagi melakukan reklamasi dengan menutup lubang bekas galian tambang batu bara. Sebab sudah jelas regulasinya sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2010 terkait perawatan pasca tambang.
“Sesuai regulasi sudah jelas kewajiban perusahaan untuk melakukan reklamasi atau spesifiknya menutup kembali lubang menganga dari galian tambang. Bahkan dalam berkas Amdal sudah diatur tata cara penutupan lubang-lubang tersebut. Jika sudah melakukan penggalian dan terbentuk lubang pertama, maka tanah di lubang pertama ditambah tanah di lubang kedua digunakan untuk menimbun lubang pertama. Jadi jika sebuah perusahaan melakukan penggalian hingga 5 lubang, maka saat aktivitas perusahaan sudah selesai hanya menyisakan satu lubang saja. Jika sampai lima lubang atau seluruhnya tidak ditimbun dengan kedok dijadikan tempat wisata, ini jelas bisa dipertanyakan, ke mana tanah untuk menimbunnya? Jadi, ada dua kemungkinan besar dari pengabaian reklamasi ini. Jika bukan sengaja diabaikan maka operasional reklamasinya sudah tidak ada!” tegas Hendri Supriadi.
“Memang, rencana tersebut bukan dari seluruh perusahan, tapi telah tertuang dalam bentuk revisi perubahan dokumen pasca tambang oleh satu perushaan. Ditakutkan, kalau diperbolehkan perubahannya mengubah lubang peruntukannya jadi tempat pariwisata maka akan diikuti pola tersebut oleh perusahaan tambang lain. Maka yang terjadi akan semakin banyak lubang-lubang berpotensi bencana di Kabupaten Lahat,” lanjutnya lagi.
Selain itu, Hendri Supriadi juga berharap Bupati Lahat selaku kepala daerah tidak tinggal diam atas wacana tersebut. Jangan sampai menjadikan kalimat ‘wewenang pusat’ sebagai alasan berdiam diri atas kerusakan lingkungan di Bumi Seganti Setungguan.
“Bupati Lahat memang tidak memiliki wewenang, akan tetapi bisa menjalin komunikasi ke pusat atas pelanggaran penambangan. Ini demi Lahat yang kita sayangi, demi keberlangsungan hidup generesi masa depan, dan demi keterjaminan alam yang sehat bagi anak dan cucu kita di masa mendatang. Lahat ini rumah kita, jangan sampai berdiam diri jika ada maling masuk dan mengacak-acak apa yang sudah ditata rapi,” pungkasnya.
Foto berita: doc google