Goresan Tangan Hefra Lahaldi
Saya membayangkan kilas balik di awal-awal tahun 2018 silam menyambangi salah satu calon Bupati kabupaten Lahat dalam rangka kegiatan sosial kemanusiaan.
Dalam diskusi santai itu saya hanya menanyakan keseriusan beliau untuk pencalonan diri sebagai Bupati Lahat tahun 2018-2024. Ada satu kalimat yang menjadi sakti/ tuah dari jawaban yang saya tanyakan. Yang kalimat sakti/tuah itu akan saya tulis diakhir tulisan ini. Sehingga pembaca dapat merenung kemungkinan besar/kecilnya mantra sakti itu kembali terbukti. Memang, politik bukan lah hasil dari mantra dan jampi-jampi. Tetapi, politik tanpa mantra pun mampu membuat kesurupan massal.
Sejarah dan politik adalah panggung pentasnya para laki-laki. Didalam keduanya begitu ditampilkan citra maskulin orasi, gestur tubuh elegan sebagai pemimpin, pertemuan-pertemuan sakral di meja registrasi tamu kantor partai politik.
Dari hingar-bingarnya pergulatan politik, kita sadar bahwa tidak ada sorotan publik terhadap peran wanita. Selain tidak tahu peran tersebut, kita juga bahkan meluputkan kelayakan peran wanita dalam pentas sejarah dan politik. Karena bangsa kita telah lama menganggap bahwa ruang kerja dan peran seorang wanita hanya pada selimut kasur kamar tidur, sumur atau sumber air dan dapur sebagai jedah para lelaki untuk menikmati secangkir kopi. Mata Kamera atau rancangan biografi yang mesti ditulis oleh Aan Kunchay adalah instrumen perangkat lunak kerja politik para laki-laki.. uniknya Biografi Cik Ujang sebagai Bupati sampai detik ini tidak pernah jadi.. maunya apa..?!
Jadilah politisi, meskipun gagal minimal menerbitkan satu biografi. Dengan itulah sejarah direkam.
Peran sejarah bagi wanita bisa saja hanya menjadi catatan kecil dalam ingatan publik selintas. Dalam catatan sejarah kita mengenal seorang Fatmawati yang menjahit bendera merah putih untuk dikibarkan ketika peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejarah proklamasi terakumulasi hanya pada sosok Dwi tunggal Soekarno-Hatta. Terlepas, Bung Hatta pernah menyarankan untuk nama-nama yang terlibat dalam peristiwa malam proklamasi tersebut untuk dicantumkan dan menandatangani.
Sampai-sampai Wakil Presiden pertama tersebut berujar, “Diajak tercatat dalam sejarah saja tidak mau” ketika mendengar jawaban dari mereka-mereka pelaku “kami hanya ingin membuat dan bagian dari sejarah bukan yang tercatat dalam sejarah”
Itupun, saya ragu nama Fatmawati juga akan di catat. Padahal, jarum yang patah, benang yang kusut atau minyak mesin jahit yang kurang akan mengganggu khidmatnya proses pembacaan teks proklamasi dengan kibaran bendera merah putih..
Didalam kaidah “Hukum sang Bapak” periode jahiliyah bahwa perempuan hanyalah sebagai objek pembawa sial, melebur sebuah kesialan adalah dengan dikubur. Mereka tidak diperbolehkan tumbuh sebagai bagian dari masyarakat. Meraka hanya sebagai objek kesenangan dan pelampiasan, itupun jika mereka selamat sedari kecil dari bagian kesialan.
Tanpa disadari atau tidak, tahun 2024 perempuan memperpanjang nafas perjuangan mereka menembus lapisan produk diskriminatif politik. Mereka tak sekedar merefleksikan diri sebagai pencalonan 30% perwakilan perempuan di legislatif. 2024 Sumsel mencatatkan banyak nama-nama perempuan untuk maju pada pencalonan baik setingkat Gubernur, Bupati dan walikota..
Pasangan Berlian adalah salah satu refleksi perjuangan perspektif tandingan dalam rangkaian kompetisi politik di Kabupaten Lahat. Sebagai perempuan, Lidyawati, S.Hut mencoba membangun perspektif dan mengaktifkan diskursus kesetaraan dalam konteks kepemimpinan. Persoalan pro dan kontra itu lain lagi
Tanpa harus mengabaikan perannya sebagai ibu rumah tangga yang merupakan sumber energi pertama dan utama dalam setiap kerja-kerja dan peran nya sebagai birokrasi.
Politik perempuan adalah sebuah tanggung jawab yang luar biasa dalam pembentukan sebuah sejarah. Tidak banyak memang yang berani atau berkesempatan untuk mengambil peran dalam ranah politik praktis. Tetapi, perlu dicatat bahwa mengambil peran dan kerja politik kepemimpinan adalah tanggung jawab yang sangat-sangat besar. Hal itu bukan hanya sekedar kekuasaan, manusia dilahirkan dari rahim dan dibesarkan dari air susu perempuan. Pertanyaan besar saya adalah “sebesar apa pertumbuhan ide dan gagasan kerja-kerja untuk kemajuan Kabupaten Lahat kedepan yang lahir dari rahim akal dan pikiran berlian?”
Di tahun 2018 saya meyakini ada “Passion” dan “Reason” ada gairah dan alasan dari seorang perempuan semisal Lidyawati, S.Hut terhadap cara kerja politik kepemimpinan.. Dan saya selalu ingatkan bahwa “Passion dan Reason” itu harus tetap pada track yang benar, jika melenceng. Tidak ada alasan untuk Berlian berkilau atau bahkan memang kusam sebelum waktunya..
Kalimat sakti/tuah tersebut adalah “Die ni nak jadi Ibu Bupati nian” ujar Cik Ujang kepada istrinya di tahun 2018 dikediaman Mereka. Dari kalimat itu lah “Passion dan Reason” itu lahir secara kebetulan dengan amanat DPP Partai Demokrat kepada Cik Ujang..