wartabianglala.com – Tanggal 17 November 1922 menjadi salah satu momen penting dalam sejarah dunia, khususnya dalam perjalanan kekhalifahan Islam. Pada hari itu, Sultan Mehmed VI, sultan terakhir dari Kesultanan Utsmaniyah, resmi diusir dari Konstantinopel (sekarang Istanbul), menandai berakhirnya era kesultanan yang telah berlangsung lebih dari enam abad.
Latar Belakang Berakhirnya Kesultanan Utsmaniyah
Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu kekaisaran terbesar dalam sejarah dunia. Berdiri pada akhir abad ke-13, kekaisaran ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 di bawah Sultan Suleiman I (Suleiman yang Agung). Namun, setelah berabad-abad, Kesultanan Utsmaniyah mulai melemah karena tekanan politik, ekonomi, dan militer, terutama dari kekuatan Eropa.
Kemunduran ini semakin parah setelah kekalahan Utsmaniyah dalam Perang Dunia I (1914–1918). Melalui Treaty of Sèvres pada 1920, kekaisaran kehilangan sebagian besar wilayahnya. Kekuasaan Utsmaniyah semakin terancam oleh gerakan nasionalis Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Atatürk, seorang tokoh militer dan politik yang menentang pemerintahan monarki dan menginginkan pembentukan republik modern.
Pembubaran Kesultanan dan Pengusiran Sultan
Pada 1 November 1922, Majelis Nasional Turki di Ankara secara resmi menghapuskan Kesultanan Utsmaniyah. Dengan keputusan ini, Sultan Mehmed VI kehilangan kekuasaan politiknya. Namun, ia tetap tinggal di Istana Dolmabahçe di Konstantinopel hingga akhirnya, pada 17 November 1922, ia dipaksa meninggalkan kota tersebut oleh pasukan nasionalis.
Untuk menghindari konflik, Mehmed VI pergi ke pengasingan dengan menggunakan kapal perang Inggris, HMS Malaya. Ia melarikan diri ke Malta sebelum akhirnya menetap di Italia, di mana ia menghabiskan sisa hidupnya. Sultan Mehmed VI meninggal dunia pada tahun 1926 di San Remo, Italia.
Dampak dan Warisan Peristiwa Ini
Pengusiran Mehmed VI menandai akhir resmi Kesultanan Utsmaniyah, sebuah institusi yang selama berabad-abad menjadi pusat kekuasaan politik, militer, dan spiritual dunia Islam. Setelah itu, Mustafa Kemal Atatürk memimpin upaya modernisasi Turki, termasuk mendirikan Republik Turki pada 29 Oktober 1923.
Langkah-langkah Atatürk membawa perubahan besar di Turki, termasuk penghapusan Kekhalifahan pada 1924, menggantikan hukum Islam dengan hukum sekuler, serta memperkenalkan berbagai reformasi sosial, ekonomi, dan budaya.
Meski Kesultanan Utsmaniyah telah tiada, warisannya tetap hidup dalam sejarah dan budaya dunia. Arsitektur, seni, dan sistem pemerintahan Utsmaniyah masih memengaruhi banyak negara di Timur Tengah, Eropa, dan Asia.
Peristiwa 17 November 1922 menjadi momen krusial dalam sejarah dunia. Pengusiran Sultan Mehmed VI tidak hanya mengakhiri Kesultanan Utsmaniyah, tetapi juga membuka jalan bagi lahirnya Republik Turki modern. Momen ini mencerminkan dinamika transisi dari kekuasaan tradisional menuju pemerintahan yang lebih modern, sekaligus menjadi pelajaran berharga tentang perubahan politik dan budaya dalam sejarah umat manusia.